Jumat, 11 April 2014

Office Space : Work Sucks!

Sebenernya sih agak beresiko ngomongin kerjaan di dunia maya. Apalagi kamuflasenya dari tulisan soal film :p. Tapi karena film 'Office Space' yang diperankan Jennifer Anniston (Joanna) dan Ron Livingston (Peter Gibbons) ini menarik, jadi yaaa boleh-lah sedikit diomongin masalah kerjaannya, masalah kantornya.

Film tahun 1999 ini menceritakan kehidupan seorang pria yang merasa jenuh dengan pekerjaannya, rutinitasnya, dan efek domino ke kehidupannya. Aku pun sama. Beberapa orang di kantor ku juga. Tapi, namanya juga orang bekerja dan kami masih muda, faktor U(ang) masih jadi penggerak utama.

Menariknya, Peter sampai memerlukan jasa hipnoterapis untuk membuatnya tenang dan santai dalam menjalani hidupnya (Alhamdulilah, belum segininya amat). Sampai pada suatu hari, hipnoterapis-nya meninggal karena terlalu kuat ‘men-transfer’ energi positif untuk Peter.

Kehidupannya pun berubah sejak saat itu. He break the rules! Justru dengan perubahan pola pikir, cara menilai, dan bersikap di kantor membuat dipromosikan menjadi manager.

Lalu, secara pendek, aku berpikir.... “Besok gitu ah!”

Film genre drama-comedy ini adalah film ‘kode’ untukku dalam menilai kehidupan di kantor secara nyata.

1. Kenali krisis perusahaan

Dalam film ini, kehidupan perusahaan yang digambarkan adalah perusahaan yang bergerak di bidang keuangan (auditing). Saat mengalami krisis perusahaan, si BOS seringkali melakukan pertemuan satu kantor dengan topik : “Is it good for company?”

Poin satu : CHECKLIST! Yap, kantor-ku juga melakukan hal serupa. Setidaknya satu-dua bulan sekali. Poin plusnya adalah di waktu ini juga selalu ada perkenalan orang baru. Tambah lagi satu anggota keluarga :)

2. Kenali perubahan struktur = perubahan aturan

Di film ini, si BOS mengangkat 2 orang sebagai HRD dan Konsultan Bisnis untuk melakukan pembenahan struktur, aturan, sistem, hingga termasuk efektivitas pekerja (mana yang akan di-PHK atau dipertahankan).

Poin dua : CHECKLIST! Fase ini menyebalkan sih. Beruntungnya di kantor ku, hanya memasukkan kedua orang ini dan masih mempertahankan ‘kultur’ kerja yang menyenangkan. Tapi, perubahan struktur dan aturan ini tetap tidak bisa dihindari. Pilihan jadi pegawai, ya nikmatin aja.

Dua poin yang mengartikan segalanya.

Sampai aku pada satu kesimpulan, diri kita sendirilah yang mampu membuat nyaman atau tidaknya dalam bekerja. Toh, kalau pindah kantor, akan sama saja langkahnya atau mungkin lebih susah dari kenyatannya. Ga ada jaminan ribet dan bosannya hilang. Ya ngga?! Tapi ini bukan berarti jadi lebih memilih di level comfort zone loh :)

"Melihat pekerjaan itu sama aja kaya pacaran. Butuh komitmen dan keyakinan. Apalagi saat masa sulit dan penuh deadline, kemampuan diri untuk menjaga kedua hal itu mulai dipertanyakan." - by me